Alkisah Prabu Mandrapati mengundang putranya, Bambang Narasoma untuk membicarakan masalah pernikahan putranya. Sudah sangat lama sang prabu memendam rasa mengidam-idamkan seorang cucu dari putra mahkotanya, namun hingga sampai saat itu Narasoma masih juga belum berkeinginan untuk membina rumah tangga. Walau sang prabu sudah sering membujuknya, bahkan menawarkan perjodohan dengan putri-putri anak raja dan bangsawan yang menjadi sahabatnya, tetapi Narasoma selalu menolak secara halus.
"Ayahanda prabu, bukannya ananda menolak maksud baik ayahanda, bukan pula ananda tidak berkeinginan untuk menikah, tetapi sampai saat ini ananda masih belum menemukan seorang wanita yang sangat ananda idam-idamkan, yaitu seorang wanita yang mirip seperti ibunda ratu”.
Ungkapan Narasoma membuat Prabu Mandrapati tersentak kaget, ia menganggap putranya telah durhaka karena menyukai ibunya sendiri, padahal sebenarnya maksud Narasoma adalah kemiripan kepribadiannya, sifat-sifatnya, lemah lembut, kasih sayang terhadap anak dan setia kepada suami, hanya saja tatkala ungkapan hati Narasoma belum tuntas diutarakan Prabu Mandrapati sudah menuduhnya yang bukan-bukan dengan disertai amarah terlebih dahulu. Karena murkanya, Prabu Mandrapati mengusir Narasoma dari istana. Ia tidak memperkenankan putranya pulang sebelum mendapatkan seorang wanita untuk dijadikan permaisuri.
Sebenarnya Narasoma adalah anak yang baik, berbakti kepada orangtua. Dalam kesehariannya, ia sangat dekat dengan ibu dan adiknya, bercengkerama dengan mereka, dan lebih banyak mencurahkan perasaan hatinya kepada mereka, maka dari itu Narasoma sangat menyayangi ibu dan adiknya. Kepada mereka Narasoma berjanji akan pulang kembali ke Mandaraka setelah nanti mendapatkan wanita yang menjadi dambaan hatinya. Sebelum pergi meninggalkan istana, Narasoma sempat menjenguk ibu dan adiknya di wisma Mandaraka, ia menceritakan semua kesalah pahaman ayahandanya. Dewi Tejawati dan dewi Madrim sangat prihatin, sebab mereka sangat memahami apa yang dimaksudkan oleh Narasoma.
Dalam pengembaraannya ada banyak hal yang ditemui di luar istana. Ia begitu merasa bebas seperti burung yang terbang sesuka hati, tanpa ada aturan-aturan istana yang dirasakannya sangat membelenggu dan membatasi dirinya dengan dunia luar. Dari sini ia dapat melatih diri dan mencari pengalaman baru, mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan dari alam lingkungan sekitar yang dipijaknya sebagai gudang dari segala ilmu, agar kelak dirinya menjadi lebih matang sebelum dinobatkan menjadi seorang raja.
bersambung klid di sini
sumber : cerita pewayangan
bersambung klid di sini
sumber : cerita pewayangan
0 komentar:
Post a Comment